Archive for Agustus, 2010

Peringatan

Agustus 15, 2010

Teruntuk cinta romantis,
“Pergilah! Aku mampu memberimu kehangatan, sementara berselingkuh ego dan ambisi”

Keluarga

Agustus 13, 2010

Ada sepetak ruang dalam hati
Semenjak kalian masuk
Pintunya telah kupalang rapat

Kini kalian
Terpaksa tinggal dan menetap disana
Selamanya

Maaf

Agustus 12, 2010

Ketika maaf terucap. Maka hampir setiap kasus permusuhan seketika melebur. Panas membara dalam sukma rontok hingga hanya menyisa hangat. Kaku dalam tiap kata diantara mereka melentur, menyisa senyum.

Lantas sudahkah kita memaafkan diri? Ataukah di tiap sudut masih terlihat sesal? Seiring waktu yang berlari menjauh, meninggalkan kita. Menggigil, Kedinginan.

Getaran

Agustus 3, 2010

Ingatan yang merangkum emosi memang tidak mudah hilang. Manusia menamainya kenangan. Ketika serpihan tersebut dirangkai dihadapan, ada kehangatan yang menjalar. Tentang senyum, tawa, bahagia, suka. Menciptakan semacam oase. Menyegarkan dikala haus, sejuk kala panas. Memang sesekali terdapat pilu, walau terkadang berat, masih saja membekas. Karena kecewa telah begitu menusuk mencipta sedih, terasa perih. Akan tidak tercapainya himpunan harapan atau karena rasa keterasingan yang menyerbu seketika. Betapapun, manis atau pahitnya, ia selalu berhasil membawa menuju tempat yang berisi warna dan rasa. Dan disana, aku merasa getaran.

Sepi

Agustus 1, 2010

Sekian banyak orang yang bangun dari tempat tidurnya, lalu bergegas. Waktu menjawab mereka dengan harta, jabatan dan keturunan. Sedang beberapa kecewa dan menyesali kesalahan. Betapa hidup telah begitu kejam dan tak adil.

Segelintir mempunyai cita. Mengejar ilmu sampai tingkatan para dewa. Pula mereka yang terjebak dalam kebodohan, entah malas atau memang tak juga kondisi memberi kesempatan.

Sebagian lagi saling melempar kata satu dan yang lain, canda, dan menjalin pertemanan pada pagi, siang, malam. Hingga banyak pengikutnya dan dipuja sana-sini. Atau yang sendirian hingga lidah seakan kelu.

Kemudian insan yang sedang jatuh cinta, bercumbu. Terisap menuju warna. Sedang yang tertolak menangis, marah dan meronta. Cemburu.

Ada juga yang bermunajat, memohon kepada Sang Maha Segala. Pinta akan ketenangan jiwa, limpahan nikmat, dan kemudahan dalam hidup. Disisi lain mereka yang berfoya-foya, melupa Tuhan.

Diatas semua itu, diantara baik atau buruk, kebahagian kesedihan. Berapa banyak orang yang mendapat makna? Atau yang tersisa, pada akhirnya, hanyalah sepi?